BLANTERVIO104

Istighotsah, Tradisi NU Sebagai Jalan Kultural

Istighotsah, Tradisi NU Sebagai Jalan Kultural
2023-07-16

Foto Istighotsah bersama, MWCNU Grati menjelang peringatan 1 Abad NU.

ANSORGRATI: Istighotsah adalah di antara tradisi yang mengemuka dalam masyarakat Islam Nusantara. Dalam urutan bacaannya yang saat ini berkembang, banyak yang mengacu pada istighastah yang disusun oleh Kiai Romly Tamim, mursyid Tarekat Qadiriyyah dan Naqsyabandiyah Pesantren Rejoso Jombang Jawa Timur, tanpa menafikan variasi lain yang juga berkembang. 

Saya pernah mengikuti acara doa bersama, istghostah ala NU untuk 1 abad, menjadi mafhum bahwa ada ruh bergejolak ketika sedang melantunkan bacaan. Ada magnet mendekat pada sang pencipta, juga cinta pada sesama. Keinginan untuk diridhoi segala keinginan, terutama atas hajat yang sedang dipanjatkan. Doa ini ever lasting, berlaku sepanjang jaman, mewarnai peradaban. 

Bahkan menilik arti pentingnya, istighatsah ini kemudian disyarahi oleh Kiai Mustain Romly, putra Kiai Romli, yang menggantikan kemursyidan Kiai Romli dengan kitab berjudul Ar-Risalah Al-Khawasiyah. Istighatsah adalah pola istif'al dari kata al-ghauts yang berarti pertolongan.  

Di antara makna wazan atau pola istif'al adalah menunjukkan makna thalab (permohonan atau permintaan) sehingga artinya adalah thalab al-ghauts (memohon atau meminta pertolongan). Dengan demikian, definisi kaprah dari istighastah adalah: 

makna thalab (permohonan atau permintaan) sehingga artinya adalah thalab al-ghauts (memohon atau meminta pertolongan).  

Dengan demikian, definisi kiprah dari istighastah adalah:

 Ø·َÙ„َبُ الغَÙˆْØ«ِ عِÙ†ْدَ الشِّدَّØ©ِ ÙˆَالضِّÙŠْÙ‚ِ 

Artinya,“Memohon atau meminta pertolongan ketika dalam keadaan sukar dan sulit.” 

Di antara doa istighatsah yang kerap dibaca Rasulullah adalah:

 Ùƒَان النّبي إذا Ùƒَربه أمرٌ قال: يا حيُّ يا قيّوم بِرحْمتِÙƒ اسْتغيْØ«ُ 

Artinya, "Rasulullah SAW itu jika menemukan kesulitan berdoa,’Wahai Allah Zat Yang Maha Hidup, Wahai Zat Yang Maha Mengurus Segala Sesuatu, dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan," (Hadits Riwayat At-Tirmidzi dan Al-Bazzar).  

Bacaan yang kita kenal dalam istighatsah itu adalah al-asma'ul husna, istighfar, shalawat, takbir, tahlil, hawqalah, dan lain-lain kalimat yang baik dan indah. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana hukumnya jika kita istighatsah kepada sesama makhluk Allah? Beristighatsah kepada selain Allah hukumnya boleh, dengan meyakini bahwa makhluk yang dimintai pertolongan adalah sekadar sebab atau antaran.  

Jadi meskipun sesungguhnya pertolongan itu datangnya dari Allah, Allah itulah sesungguhnya yang menganugerahi pertolongan. Namun dengan tidak mengingkari bahwa Allah menjadikan sebab-sebab yang telah dipersiapkan agar terwujud pertolongan tersebut.   

NU dalam tradisi Istighostah ini tentu saja.  Bahwa kemudian NU yang menjadi pemilik brand Istighostah, ini hal yang patut dibanggakan dan disyukuri. Tradisi melekat yang harusnya terus dilestarikan.  Karena simpul doa di dalamnya relevan dengan peradaban zaman, berlaku pula untuk pemantik semangat memohonkan pertolongan agar kedaulatan bangsa ini tak goyah. Khubbul waton minal iman.  

Istighosah bisa pula dilangsungkan untuk mendoakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), agar tetap utuh dan menjadi bangsa yang kuat. Tidak ada pengingkaran terhadap hal ini.  

Dengan melaksanakan istigostah dan doa bersama untuk menjaga persatuan kesatuan dan keutuhan NKRI adalah momentum untuk lebih mempersatukan seluruh lapisan warga masyarakat Indonesia untuk lebih bersatu dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, walaupun berbeda-beda suku, bahasa, dan agama, serta Untuk tetap menjaga Bhineka Tunggal Ika, yang berlandaskan Pancasila, dan undang-undang Dasar 1945, demi jayanya NKRI. 

Disinilah nyata, Istighostah mampu merukunkan, sehingga keberadaannya akan menjadi potensi menjaga kedaulatan bangsa ini.  Mandiri berdasarkan potensi kerukunan tradisi NU yang telah terpola oleh loyalitas. Nahdhiyin terbiasa mandiri, dalam kegiatan apapun termasuk Istighostah. Tidak merepotkan siapapun dengan kehadiran tak pernah sepi. Modal menuju kedaulatan abadi NKRI.  

Sebuah persiapan matang potret efek positif pelaksanaan Istighostah. Bukan hanya doa bersama,  memohon pertolongan akan tetapi Istighostah juga menyatukan pemikiran.  

Memang pada dasarnya istighosah adalah sebuah praktik ritual keagamaan yang bersifat individual. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, istighosah tidak hanya sebatas pada ritual keagamaan saja tetapi lebih dari itu.  

Perubahan praktik ini dipengaruhi oleh pemaknaan yang berubah, sesuai kondisi sosial politik dimana istighosah itu dilaksanakan. Karenanya tidak bisa dipungkiri bahwa istighosah merupakan fenomena budaya yang harmonis, ia berubah bersama perubahan konteksnya.  

Memahami makna istighosah sebagai sebuah budaya harus disertai dengan pemahaman konteksnya. Pemahaman atas konteks inipun harus dilihat secara jeli agar makna yang terkandung dalam istighosah terbaca secara menyeluruh. Pembacaan makna istighosah dalam kontinuitas perubahan telah menghasilkan kekuatan yang indah bagi  bangsa ini.   

Istighosah bagi NU adalah cagar budaya yang wajib dilestarikan disamping sebagai warisan leluhur, istighosah juga dipercaya sebagai wahana permohonan kemenangan oleh kaum muslim kepada Allah Yang Kuasa. 

Dari kelahirannya NU adalah sebuah organisasi Islam yang membawa gerbong tradisionalis, sehingga tarkenal dengan organisasinya kaum sarungan dan orang pesantren. Di tengah maraknya modernitas NU mencoba bertahan dan tetap tegar menghadapi benturan-benturan modernitas. Hingga suatu saat di kala orde baru berkuasa NU terkena dampak kegigihannya membela tradisional, hingga semua aset yang ada di NU dibekukan oleh pemerintah. Di satu sisi NU tidak bisa bergerak leluasa dan di sisi lain NU memang tidak mempunyai kekuasaan. Karenanya NU hanya bisa bergerak melalui jalur kultural.  

NU memilih istighosah sebagai jalan kultural hingga pada suatu saat istighosah menjadi ikon perlawanan dan resistensi NU terhadap kesewenang wenangan. Istighosah tidak lagi sebatas praktik ritual individual tapi sudah berubah manjadi sebuah praktik politik pemaknaan yang beroperasi merebut makna dalam gelanggang kontestasi, yang oleh dikatakan sebagai praktik politik kultural. 

Istighostah, tradisi NU yang ketika bersamanya membaca melantukan, banyak keputusan, kesepakatan dihasilkan. Saya menyaksikan sendiri hal ini, ikut merasakan bagaimana Istighostah mampu mengatasi banyak persoalan. Bukan berarti harus menjadi pilihan utama akan tetapi melakukan hal baik, akan memutuskan sesuatu, musyawarah mufakat. Bisa dilakukan dengan melaksanakan Istighostah. 

Maka tak berlebihan jika dikatakan bahwa Istighostah adalah bagian dari Kemandirian peradaban untuk kedaulatan NKRI sekaligus tuntunan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.

Diolah dari berbagai sumber

Share This Article :
Ansor Grati

Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) pada 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.

TAMBAHKAN KOMENTAR

7727397263311926612