BLANTERVIO104

Mengenal Aswaja dalam Kerangka NU

Mengenal Aswaja dalam Kerangka NU
2023-01-05


ANSORGRATI: Kependekan dari Ahlussunnah wal Jama'ah. Paham keagamaan yang dianut oleh jam'iyah NU dan mayoritas muslim di dunia. Dalam konteks NU, disebut juga aswaja an-nahdliyyah, yaitu Aswaja dalam kerangka pemahaman NU.

Dari sisi bahasa, ahlussunnah wal jama'ah terdiri dari kata ahl, yang berarti “kelompok atau keluarga”. Kata ahl dihubungkan dengan sunnah, berarti “mereka yang mengikuti sunnah”. Sedangkan al-jama’ah berarti para sahabat di zaman Khulafa' Rasyidin dan mayoritas kaum muslimin.

Kata ahlussunnah waljama’ah sering dihubungkan dengan hadits Nabi yang berbunyi: “Yahudi telah berpecah menjadi 71 atau 72 firqah, dan Nashara telah berpecah menjadi 71 atau 72 firqah. Umatku akan terpecah menjadi 73 firqah. Yang satu firqah berada di surga sedangkan yang 72 firqah berada di neraka. Beliau ditanya: ‘Siapakah mereka itu (yang masuk surga)?', Rasulullah menjawab: ’al-Jama'ah’.” (Dikeluarkan Ibnu Majah, Ibnu Abi Ashim dalam Sunah-nya, dan lain-lain).

Ada juga hadits lain yang substansinya sama, ada tambahan ketika Rasulullah ditanya, “Siapakah mereka itu Rasulullah?" Nabi menjawab, “Mereka adalah yang berpegang pada apa yang telah aku perbuat, dan perbuatan-perbuatan para sahabatku.” (HR. Tirmidzi).

Berdasarkan hadits di atas, substansi dan manhaj Aswaja telah dipondasikan dan dipraktikkan sejak awal Islam, menyangkut aqidah, ibadah, akhlak, dan sikap kemasyarakatan. Mereka berpegang pada sunnah (dan Al-Qur'an) serta mengikuti al-jama’ah, yaitu para sahabat Nabi dan mayoritas kaum muslimin. 

Dalam pengertian sehari-hari saat ini ahIusssunnah waIjama'ah kadang-kadang disebut sebagai Sunni. Ketika disebut sunni, maka kata ini dipakai secara bebas dan saling bertentangan satu sama lain. Kadang-kadang secara acak, kata Sunni dibedakan atau untuk membedakan dengan Syi'ah.

Kalangan Sunni menjadi mayoritas di dunia muslim. Bahkan, karena sulitnya menggeser kaum Sunni, kaum Wahabi sebagian juga mengklaim diri sebagai ahlussunnah waljam'ah, meskipun mereka lebih senang disebut pengikut salafiyah. Pengakuan mereka sebagai Sunni menjadi tidak relevan ketika perilaku sehari-hari kaum Wahabi sering memberikan julukan “penyembah berhala”, kafir, dan musyrik kepada kaum Muslim ahlussunnah waIjama'ah.

Aswaja dapat dibedakan dalam dua segi: dari sudut manhaj dan dari sudut madzhab. Sebagai manhaj, Aswaja menyeimbangkan ’aqli dan naqli, bathin dan dhahir, dan menempuh jalan tawassuth (pertengahan) dan adil, tasamuh (toleran), dan tawazun (seimbang), bukan tatharuf (ekstrem).

Secara praktik, manhaj Aswaja yang demikian ditunjukkan empat madzhab fiqih Aswaja (yang masih bertahan); dalam aqidah dilakukan oleh Abu Hasan al-Asy'ari dan Abu Manshur al-Maturidi; dalam bidang tasawuf diformulasikan oleh Imam al-Ghazali, Junaid al-Baghdadi, dan imam-imam lain.

Asal-usul gerakan Aswaja sebenarnya bisa ditelusuri dari kemunculan “mayoritas diam” di tengah percekcokan dan saling pengkafiran umat Islam di masa akhir Khulafa' Rasyidin. Mereka meyakini bahwa khalifah terakhir adalah Ali, setelah itu Imam Hasan, dan setelah itu Mu’awiyah sebagai khalifah pertama Dinasti Umayyah.

Mayoritas diam ini menjadi gerakan perlawanan kultural dalam bentuk oposisi saleh atas praktik kekacauan dalam situasi sosial dan politik. Perlawanan dibangun dengan membentuk basis pendidikan dan halaqah di masjid-masjid dan madrasah. Di antara imamnya adalah Hasan al-Bashri, ‘Abdullah bin ’Umar, dan lain-lain. Mereka kemudian bermetamorfosis menjadi ahli fiqih, guru sufi, ulama hadits, dan para mufassir. Di tengah kekacauan politik dan sosial, murid-murid mereka menyebarkan pendapat-pendapatnya ke berbagai penjuru wilayah Islam.

Kaum Aswaja awal memang tidak setuju dengan sikap politik kekuasaan yang menindas dan zalim, tetapi mereka tidak melakukan pemberontakan terhadap rezim yang berkuasa. Mereka menganjurkan untuk membenahi keadaan secara santun, tetapi sekaligus menjaga jarak. Figur-figur yang menjadi contoh di antaranya Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi'i, dan lain-lain.

Formulasinya dalam bentuk madzhab terjadi beberapa puluh tahun pasca Khulafa' Rasyidin, dengan keberadaan madzhab-madzhab fiqih Sunni. Di antara madzhab-madzhab ini, yang masih bertahan sampai hari ini, yaitu Maliki, Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali. Ketika Aswaja menjadi madzhab, maka manhaj atau pola pikir yang moderat dikembangkan oleh masing-masing madzhab secara berbeda-beda, baik oleh Imam Hanafi, Syafi'i, Maliki, Hanbali, dan masih banyak Iagi.

Dalam konteks fiqih, para imam memakai empat sumber hukum Islam yang penting, yaitu Al-Qur'an, hadits, ijma', dan qiyas. Setelah itu, masing-masing madzhab ada yang menggunakan istihsan, maslahah mursalah, dan Iain-Iain. Rujukan tentang fiqih dibedakan dengan rujukan tentang aqidah. Misal, dalam soal aqidah, Ahmad bin Hanbal ditafsirkan sebagian oleh Ibnu Taimiyah dan kaum Wahabi. 

Dalam praktiknya, kaum Wahabi justru bertentangan dengan banyak kalangan Aswaja dengan tidak gegabah ketika menekuni dunia tasawuf.

lnti dari keseluruhan manhaj Aswaja, dengan penekanan yang berbeda-beda ketika ia menjadi madzhab, adalah mengompromikan akal dan naqal, bathin dan dhahir. 

Sedangkan dalam sikap kemasyarakatannya menjunjung tinggi sikap tawassuth, i`tidal, tasamuh dan tawazun.Prinsip-prinsip kemasyarakatan Aswaja ini kemudian dieksplisitkan oleh NU dalam Muktamar Kediri (1999). Dalam muktamar itu secara eksplisit disebutkan bahwa manhaj Aswaja itu adalah tawassuth, tasamufl dan tawazun. Hasil keputusan soal itu diberi judul “Deklarasi Aswaja dan Perkembangan Sosial Budaya”. 

Sementara dalam setiap Anggaran Dasar NU selalu disebutkan mengikuti paham Aswaja.Selain NU, di Indonesia paham Aswaja juga dikembangkan oleh organisasi-organisasi lain. Di wilayah Sumatera ada Perti yang pernah memiliki tokoh bernama KH Siradjuddin Abbas. Kitab-kitab yang ditulisnya, di antaranya 40 Masalah Agama, I`tiqad Ahlusssunnah wal Jama'ah, dan Thabaqat Syafi`iyah, banyak dijadikan rujukan kaum Aswaja di seluruh Indonesia.

Di wilayah Nusa Tenggara Barat ada Nahdhatul Wathan (NW) yang didirikan oleh Tuan Guru Zainuddin Abdul Madjid. NW menjadi benteng kaum Aswaja di wilayah timur. Selain itu juga ada al-Jam'iyah al-Washliyah di Medan; dan lain-lain. Meski secara organisasi para penerus Aswaja di Indonesia mengakui sebagai sama-sama Aswaja, tetapi dalam perilaku politik masing-masing organisasi Aswaja ini bisa berbeda-beda. (Red)

Sumber: nu pedia

Share This Article :
Ansor Grati

Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) pada 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.

TAMBAHKAN KOMENTAR

7727397263311926612